Home / MENGGALI AKAR MEMBANGUN MASA DEPAN

MENGGALI AKAR MEMBANGUN MASA DEPAN

Oleh : Amri Sartono,S.Pd

Menggali Akar, Membangun Masa Depan: Mengapa Mempelajari Sejarah Bangsa Indonesia adalah Sebuah Keharusan

Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat, di mana fokus kita sering tertuju pada masa depan dan inovasi, ada satu bidang studi yang kadang dianggap ketinggalan zaman atau sekadar kumpulan cerita lama: sejarah. Bagi sebagian orang, belajar sejarah bangsa Indonesia mungkin hanya sekadar memenuhi kewajiban kurikulum, menghafal tahun-tahun peristiwa, dan nama-nama pahlawan tanpa merasakan esensinya. Padahal, mempelajari sejarah bangsa Indonesia bukanlah aktivitas yang statis dan usang. Ia adalah sebuah perjalanan dinamis untuk memahami jati diri, mengambil hikmah dari masa lalu, dan membangun pijakan kokoh untuk masa depan negeri ini.

Sejarah sebagai Cermin Jati Diri Bangsa

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, begitu pepatah mengatakan. Namun, menghargai tidak hanya berarti mengingat nama mereka, tetapi lebih dalam lagi: memahami perjuangan, nilai, dan ideologi yang diperjuangkan. Sejarah Indonesia, dari era kerajaan-kerajaan Nusantara seperti Sriwijaya dan Majapahit yang gemilang, hingga masa penjajahan yang kelam, dan akhirnya merebut kemerdekaan, adalah narasi panjang tentang pembentukan karakter bangsa.

Dengan mempelajari sejarah, kita memahami bahwa “Indonesia” bukanlah sebuah entitas yang tiba-tiba ada. Ia adalah hasil dari proses akulturasi budaya, perlawanan terhadap ketidakadilan, dan persatuan dari ribuan pulau yang berbeda. Nilai-nilai seperti gotong royong, toleransi dalam keberagaman, dan semangat pantang menyerah tertanam kuat dalam setiap lembaran sejarah bangsa. Memahami ini berarti memahami DNA bangsa kita sendiri—mengapa kita berpikir, bersikap, dan merespons sesuatu dengan cara tertentu. Sejarah memberikan kita fondasi identitas yang kuat, sehingga kita tidak mudah kehilangan arah di tengah derasnya pengaruh globalisasi.

Guru Terbaik dari Masa Lalu

Sejarah sering disebut sebagai guru yang paling bijak. Setiap peristiwa sejarah, baik itu keberhasilan maupun kegagalan, menyimpan pelajaran berharga yang dapat kita terapkan dalam konteks kekinian. Perang Diponegoro, misalnya, mengajarkan tentang strategi dan keteguhan prinsip. Sumpah Pemuda 1928 adalah contoh nyata bagaimana perbedaan suku, agama, dan ras dapat disatukan oleh sebuah cita-cita bersama: Indonesia.

Di sisi lain, sejarah juga mencatat periode-periode kelam seperti konflik sosial dan kegagalan kebijakan. Mempelajari hal ini bukan untuk menyulut api kebencian lama, tetapi untuk melakukan introspeksi kolektif. Kesalahan-kesalahan di masa lalu harus menjadi pelajaran agar tidak terulang kembali. Dengan memahami akar dari sebuah masalah, seperti korupsi, disintegrasi, atau intoleransi, kita dapat merancang solusi yang lebih tepat dan berkelanjutan. Sejarah memberikan kita “peta” yang menunjukkan jalan mana yang berbahaya dan jalan mana yang membawa kepada kemajuan.

Memperkuat Nasionalisme dan Rasa Cinta Tanah Air

Nasionalisme yang sehat lahir dari pemahaman, bukan dari indoktrinasi. Rasa cinta tanah air akan tumbuh dengan sendirinya ketika kita menyelami betapa berat perjuangan para pendahulu untuk mendirikan negara ini. Membayangkan betapa sulitnya Bung Karno dan Bung Hatta mempertahankan kemerdekaan, atau bagaimana para pemuda merebut senjata dengan nyali, dapat menumbuhkan apresiasi yang mendalam terhadap arti sebuah kemerdekaan.

Dalam era di mana batas-batas negara semakin kabur secara digital, pemahaman sejarah yang baik akan membentengi generasi muda dari paham-paham yang dapat memecah belah bangsa. Mereka akan menyadari bahwa persatuan Indonesia adalah harga mati yang telah dibayar dengan darah dan air mata. Kesadaran ini akan memotivasi setiap warga negara, terutama generasi muda, untuk berkontribusi aktif dalam mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang positif, bukan justru merusak warisan berharga yang ditinggalkan.

Membangun Critical Thinking dan Mencegah Distorsi Sejarah

Di zaman banjir informasi seperti sekarang, sejarah sering kali menjadi alat propaganda atau dimanipulasi untuk kepentingan tertentu. Beredarnya hoaks dan narasi sejarah yang dipelintir adalah ancaman serius bagi persatuan bangsa. Dengan mempelajari sejarah secara kritis dan komprehensif dari sumber-sumber yang terpercaya, kita melatih kemampuan berpikir kritis (critical thinking).

Kita diajak untuk tidak menerima informasi begitu saja, tetapi mempertanyakan, menganalisis bukti, dan menyimpulkan sendiri. Keterampilan ini sangat penting untuk membedakan fakta sejarah dari opini yang menyesatkan. Generasi yang melek sejarah akan menjadi benteng pertahanan melupakan upaya-upaya distorsi yang dapat merusak pemahaman kolektif kita tentang bangsa sendiri.

Kesimpulan: Sejarah bukan Beban, Melainkan Bekal

Mempelajari sejarah bangsa Indonesia bukanlah sebuah beban yang harus ditanggung, melainkan sebuah bekal berharga untuk menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia adalah kompas yang menuntun kita, cermin yang merefleksikan jati diri, dan guru yang memberikan pelajaran tanpa henti. Tanpa pemahaman sejarah yang baik, kita ibarat kapal yang berlayar tanpa peta, mudah terombang-ambing oleh gelombang dan kehilangan arah tujuan.

Oleh karena itu, mari kita tinggalkan paradigma yang melihat sejarah sebagai hafalan yang membosankan. Mari kita gali, dalami, dan hayati setiap jejak langkah para pendahulu kita. Dengan menghargai masa lalu, kita tidak hanya memberi penghormatan kepada pahlawan yang telah berjuang, tetapi juga membangun masa depan Indonesia yang lebih cerah, bermartabat, dan berdaulat. Masa depan Indonesia ditentukan oleh seberapa dalam generasi saat ini memahami perjalanan bangsanya sendiri.

16 Komentar

Tinggalkan Balasan ke dewi ayu sekenip Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *